Tugas Fiqh dan Ushul Fiqh
Nama: Rifki Hadi Pratama
NIM: 11734033
Jurusan: Ilmu Al-Quran dan Tafsir
PENGANTAR ILMU FIQH
A. Pengertian Fiqh
Secara bahasa, fiqh berasal
dari kata faqiha yang berarti “memahami” dan “mengerti”. [1]
Serta, fiqh secara bahasa artinya pemahaman mendalam yang membutuhkan adanya
pengerahan potensi akal, sebagaimana firman Allah dan sabda Nabi SAW berikut.
i.
Al-Quran Surat at-Taubah:122, yang artinya: Mengapa tidak pergi tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama.
ii.
Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hambal, Turmudzi dan Ibnu Majah, dan
Mu’awiyah, Rasulullah bersabda, yang artinya: Jika Allah menginginkan suatu
kebaikan bagi seseorang, maka Dia akan memberikan suatu pemahaman keagamaan
(yang mendalam) kepadanya.
Fiqh
menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli
hukum Islam (fuqaha), fiqh adalah ilmu yang menjelaskan hukum-hukum syara’ yang
berkaitan dengan perbuatan (praktis) manusia yang digali dari dalil-dalinya
yang terperinci. Selanjutnya, ulama lain mengatakan bahwa fiqh adalah himpunan
hukum syara’ tentang perbuatan (praktis manusia) yang diperoleh dari
dalil-dalinya yang terperinci.[2]
Dalam peristilahan syar’i, ilmu
fiqh dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’I
amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam
terhadap dalil-dalinya yang terperinci (baca: al-Tafshili) dalam nash (Al-Quran
dan Hadist).[3]
B. Pengertian Ushul Fiqh
Pengertian ushul fiqh dapat dilihat
dari dua sisi. Pertama, sebagai rangkaian dari dua kata: ushul dan fiqh. Kedua,
sebagai satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syariat. Dilihat dari sudut tata bahasa
(Arab), rangkaian kata ushul dan fiqh tersebut dinamakan tarkib idhafi,
sehingga dua kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh. Ushul adalah bentuk
jamak dari kata ashl yang berarti “sesuatu yang dijadikan dasar bagi sesuatu
yang lain”. Dari pengertian ini, ushul fiqh bearti sesuatu yang dijadikan dasar
bagi fiqh.[4]
C. Perbedaan antara fiqh dan Ushul
Fiqh
Ilmu fiqh berbicara tentang hukum
dari sesuatu perbuatan, maka ilmu ushul fiqh bicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum itu sendiri.[5]
D. Objek Fiqh dan Ushul Fiqh
1. Objek Fiqh
Objek pembahasannya adalah
perbuatan mukallaf dilihat dari sudut hukum syara’. Perbuatan tersebut dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok besar: ibadah, mu’amalah, dan ‘uqubah.
Pada
bagian ibadah berkaitan dengan urusan akhirat. Artinya
segala perbuatan yang dikerjakan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah,
seperti shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
Bagian mu’amalah mencakup
hal-hal yang mengatur hubungan sesame manusia dalam masalah harta, seperti
jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, amanah, dan harta peninggalan.
Bagian ‘uqubah mencakup
segala persoalan yang menyangkut tindak pidana, seperti pembunuhan, pencurian,
perampokan, pemberontakan, dan lain-lain[6]
2. Objek Ushul Fiqh
Objek pembahasannya adalah
dalil-dalil syara’ itu sendiri dari segi bagaimana penunjukannya kepada suatu
hukum secara ijmali. Ulama sepakat bahwa al-Quran adalah dalil syara’ yang
pertama.[7]
Objek pembahasan ushul fiqh dari
sumber hukum Islam dan seluk-beluknya, baik yang telah disepakati bersama
(seperti al-Quran dan Hadis) maupun yang masih dipersilihkan (seperti istihsan
dan mashlahah- mursalah). [8]
E. Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
dan Ilmu Ushul Fiqh
1. Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
Para ahli membagi sejarah
perkembangan ilmu fiqh kepada beberapa periode.
a. Periode Pertumbuhan
Periode ini berlangsung selama 20
tahun beberapa bulan yang dibagi kepada dua masa. Pertama, ketika Nabi masih
berada di Makkah melakukan dakwah perorangan secara sembunyi-sembunyi dengan
memberikan penekanan kepada aspek tauhid, Kemudian diikuti dengan dakwah
terbuka. Masa itu berlangsung kurang lebih 13 tahun dan sedikit ayat-ayat hukum
yang diturunkan.
Kedua, sejak Nabi hijrah ke Madinah
(16 Juli 622 M). Pada masa itu terbentuklah negara Islam yang dengan sendirinya
memerlukan seperangkat Negara Islam yang dengan sendirinya memerlukan
seperangkat aturan hukum untuk mengatur sistem masyarakat Islam Madinah.Oleh
karena itu, sejak masa ini secara berangsur-angsur wahyu Tuhan mulai berisi
hukum-hukum. Pada masa ini fiqh lebih bersifat praktis dan realis, dalam arti
kaum muslimin mencari hukum dai suatu peristiwa tersebut betul-betul terjadi.
Sumber hukum pada periode ini adalah
wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, baik yang kata-kata dan
maknanya langsung dari Allah (al-Quran) maupun hanya maknanya dari Allah,
sedang kata-katanya dari Nabi (hadis).[9]
b. Periode Sahabat
Periode
sahabat dimulai dari khalifah pertama (khulafat rasidin) sampai masa Dinasti
Amawiyyin (11H-101H/632M-720M).[10]
Di periode ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syariat yang
sempurna berupa al-Quran dan Hadis Rasul. Hanya tidak semua orang dapat
memahami kaidah hukum yang terdapt pada kedua sumber itu secara benar.
c. Periode Kesempurnaan
Periode ini dimulai denagan adanya
iman-imam mujtahid besar dirasah Islamiyah pada masa keemasan Bani Abbasiyah
yang berlangsung selama 250 tahun ( 101H-350H/720M-961M).[11]
Periode ini disebut juga sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam.
Pada masa ini fiqh Islam mengalami kemajuan yang pesat sekali. Penulisan dan
embukuan hukum Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan
hadis-hadis Nabi, fatwa-fatw para sahabat dan tabiin, tafsir al-Quran, kumpulan
pendapat imam-imam fiqh, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Di
antara faktor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa ini adalah
karena meluasnya daerah kekuasaan Islam, mulai dari perbatasan Tiongkok di
sebelah Timur sampai ke Andalusiana (Spanyol), sebelah Barat.
d. Periode Kemunduran
Pada periode ini, pemerintah Bani
Abbasiyah-akibat konflik politik dan beberapa faktor sosiologis-dalam keadaan
lemah. Banyak daerah yang melepaskan diri dari kekuasaanya dan mendirikan
kerajaan sendiri-sendiri, seperti kerajaan Bani Samani di Turkistan 9874-999M)
dan beberapa kerajaan kecil lainnya yang antara satu dengan lain saling berebut
pengaruh dan banyak terlibat dalam situasi konflik.[12]
Serta
kemunduran ini akibat taklid dan pembekuan karena hanya menyandarkan
produk-produk ijtihad mujtahid-mujtahid sebelumnya yang dimulai pada
pertengahan abad ke-4 sampai akhir abad ke-13 H, atau sampai terbitnya buku
al-Majallat al-Ahkam al-Adiyat tahun 1876 M.[13]
Faktor
yang mendorong lahirnya sikap taklid dan kemunduran adalah sebagai berikut.
a.
Efek dari pembukuan fiqh pada periode sebelumnya
b.
Fanatisme mahzab yang sempit
c.
Pengangkatan hakim-hakim muqallid[14]
e. Periode Pembangunan Kembali
Pada
periode ini, umat Islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka yang sudah
berlangsung sekian lama itu. Kesadaran itu muncul ketika Napoleon Bonaparte
menduduki Mesir pada tahun 1798 M. Kejatuhan Mesir ini menginsafkan umat Islam
betapa lemahnya mereka. Para rajadan pemuka Islam mulai berfikir bagaimana
meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Dari sinilah muncul gerakan
pembaharuan dalam Islam, baik di bidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial,
dan gerakan intelektual lainnya.
Gerakan
ini cukup berpengaruh terhadap perkembangan fiqh. Di antara tanda-tanda
pembangunan fiqh Islam dapat dilihat padaperiode ini. Umat Islm mulai
mempelajari fiqh melalui cara perbandingan. Hukum tentang suatu kasus,
misalnya, tidak lagi hanya dilihat dan ditetapkan berdasarkan satu mazhab
tertentu, tetapi dibandingkan antara saru mazhab dengan mahab lainnya. Pengaruh
seruan untuk meninggalkan taklid, antara lain, terlihat dari penyusunan
perundang-undangan suatu Negara yang tidak lagi hanya tepaut kepadamazhab
tertentu, seeperti di Turki Usmani dan Mesir.[15]
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul
Fiqh
Pada hakikatnya pertumbuhan
hukum-hukum fiqh itu bersamaan dengan kelahiran Islam. Sebab, Islam merupakan
kesatuan dari masalah keyakinan, etika,
dan hukum-hukum amaliah. Sedang hukum amaliah sudah ada sejak masa Nabi
Muhammad SAW dalam wujud hukum-hukum yang terdapat dalam al-Quran.
Jika ada masalah yang
diperselisikan, Nabi SAW langsung memberikan fatwa sebagai jawabannya. Oleh
karena itu, hukum yang datang dari Rasulullah SAW merupakan fatwa beliau
terhadap kasus yang status hukumnya belum ditemukan secara pasti di dalam
al-Quran.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada
generasi kedua, ditemukan banyak kasus yang belum ada pada masa awal Islam,
sehingga para ahli berusaha berijtihad untuk memutuskan dan menetapkan berbagai
hukum dengan memberikan fatwa berdasarkan ketetapan hukum yang sudah ada pada
masa awal Islam, yaitu pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itu, hukum-hukum
fiqh pada masa kedua didasarkan pada hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya serta
fatwa dan keputusan para sahabat. Semuanya bersumber dari al-Quran, Hadis, dan
ijtihad para sahabat.[16]
Selanjutnya, menurut pendapat Abd
Al-Wahab Khallaf, Muhammad bin Idrus Al-Syafi’i (150-102H) yang pertama kali
membukukan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh yang disertai dengan berbagai
alasan-alasannya dalam sebuah kitapnya al-Risalah. Inilah kitap ilmu ushul fiqh
pertama yang sampai kepada kita.[17]
F. Nama lain Ilmu Fiqh
Dalam versi lain, fikih juga disebut
sebagai koleksi (majmu’) hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan
mukallaf dan diambil dari dalil-dalilnya yang tafshili. Dengan sendirinya, ilmu
fiqh dapat dikatakan sebagai ilmu yang bicara tentang hukum-hukum sebagaimana disebutkan
itu.[18]
G. Sumber Fiqh dan Ushul Fiqh
Sumber
hukum-hukum fiqh pada masa kedua didasarkan pada hukum-hukum Allah dan
Rasul-Nya serta fatwa dan keputusan para sahabat. Semuanya bersumber
dari al-Quran, Hadis, dan ijtihad para sahabat.[19]
Dalam
peristilahan syar’i, ilmu fiqh dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang
hukum-hukum syar’I amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui
pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalinya yang terperinci (baca:
al-Tafshili) dalam nash (Al-Quran dan Hadist).[20]
H. Persoalan yang Ada dalam Ilmu
Fiqh dan Ushul Fiqh
Fiqh
menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli hukum Islam (fuqaha),
fiqh adalah ilmu yang menjelaskan hukum-hukum syara’ yang berkaitan
dengan perbuatan (praktis) manusia yang digali dari dalil-dalinya yang
terperinci. Selanjutnya, ulama lain mengatakan bahwa fiqh adalah himpunan hukum
syara’ tentang perbuatan (praktis manusia) yang diperoleh dari dalil-dalinya
yang terperinci.[21]
Dari dua definisi di atas dapat
dipahami bahwa definisi pertama memandang fiqh sebagai suatu ilmu yang
menjelaskan masalah hukum, dan definisi kedua memandang fiqh sebagai
suatu hukum.[22]
[1]
Koto, Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqh dan Ushul
Fiqh. Jakarta:Rajawali Pers. hlm 2
[2]
Zein,
Ma’shun. 2013. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh.
Yogyakarta:Pustaka Pesantren hlm 27-28
[3] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 2
[4] Koto, Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:Rajawali Pers. hlm 3
[5] Koto, Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:Rajawali Pers. hlm 4
[6] Koto, Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:Rajawali Pers. hlm 5
[7] Koto, Alaiddin. 2014.
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 7
[8] Zein, Ma’shun.
2013. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh.
Yogyakarta:Pustaka Pesantren hlm 32
[9] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 14
[10] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 13
[11] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 13
[12] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 20
[13] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 13
[14] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 22-23
[15] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 23-24
[16] Zein, Ma’shun.
2013. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh. Yogyakarta:Pustaka
Pesantren hlm 39
[17] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 32
[18]
Koto, Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:Rajawali Pers. hlm 2
[19] Zein, Ma’shun.
2013. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh. Yogyakarta:Pustaka
Pesantren hlm 39
[20] Koto, Alaiddin.
2014. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.
Jakarta:Rajawali Pers. hlm 2
[21]
Zein,
Ma’shun. 2013. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh.
Yogyakarta:Pustaka Pesantren hlm 28
[22]
Zein, Ma’shun. 2013. Menguasai Ilmu Ushul
Fiqh. Yogyakarta:Pustaka Pesantren hlm 27-29
Komentar
Posting Komentar